Tuesday, March 15, 2011

Oh.....Nasib Jadi Buruh Pabrik

Oleh: Udi Sukrama




Kalau dahulu, orang-orang malas menjadi pegawai negeri sipil (sekitar tahun 1970-an sampai tahun 1990 'kalau tidak salah'), mereka malah memilih menjadi pedagang, sopir angkot ataupun buruh pabrik ataupun karyawan di bank. Pasalnya, dahulu menjadi pegawai negeri sipil untuk mencukupi kebutuhan hidup saja agak tersendat (contohnya guru pada saat itu). Akan tetapi, kini banyak orang lebih memilih menjadi pegawai negeri sipil karena keterjaminan kebutuhan hidupnya sudah mulai membaik.
Di samping itu, pajak pendapatannya pun ditanggung pemerintah. Hal ini berbanding terbalik dengan nasib buruh ataupu karyawan si sebuah pabrik yang cuma pendapatannya menurut "Upah Minimum Per provinsi" UMP atau nama lainnya UMR (upah minimum regional. Nama itu, bagi saya sama saja bentuknya hanya menggantu "P" dan "R"-nya saja. UMP atau UMR ini lajunya selalu berkejaran dengan kenaikan harga bahan-bahan kebutuhan pokok. Bahkan, saat ini harga kebutuhan pokok jauh melambung dibanding pendapatan para buruh tadi. Jadi, tetap saja, lagi-lagi buruh harus gali lobang-tutup lobang untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Di tambah lagi dengan beban paket pajak, yang katanya hasil godokan pemerintah dan pada anggota dewan yang terhormat. Memang, pajak itu merupakan salah satu instrumen pendapatan negara, yang kata nya digunakan untuk kesejahteraan rakyat melalaui fasilitas yang diberikan, seperti fasilitas umum jalan raya dan fasilitas umum lainnya. Akan tetapi, betapa eloknya atau bijaknya jika beban pajak itu dilimpahkan kepada masyarakat yang berpenghasilan yang sangat melebihi UMP atau UMR karena mereka memang melebihi kata cukup untuk soal ngisi perut. Lalu, siapa saja yang sebaiknya dikenakan pajak? Pertanyaan ini yang meski dilihat oleh pemerintah dan para anggota dewan yang terhormat. Misalnya saja, para pengusaha, para eksekitif, dan para pegawai negeri esselon, juga para anggota dewan yang terhormat, sekaligus personil pemerintah yang pendapatannya melebihi dari kata "mewah". Oleh sebab itu, saya merasa aneh jika buruh ataupun karyawan yang penghasilannya hanya UMP ataupun UMR, tetapi dikenakan pajak penghasilan (Oh,...Nasib jadi buruh....). Jangankan memenuhi kebutuhan keluarganya dalam satu bulan, tiga minggu pun belum tentu tercukupi, ditambah lagi beban pajak penghasilan yang harus disetorkan "laksana upeti dari rakyat jelata kepada penguasa". Untuk mememenuhi kebutuhan hidupnya, terpaksa masyarakat kecil (buruh) ini melakukan kegiatan tiap bulan, yakni "gali lobang-tutup lobang" untuk sekadar mencukupi kebutuha hidup keluarganya. Ditambah lagi, terdengar rencana pada tahun 2012, warteg (warung nasi tegal) dan sejenisnya akan dikenakan pajak penghasilan...."wah gawat!!!" Masalahnya, warteg dan warung kecil lainnya, merupakan kegiatan usaha mikro yang pembelinya pun dari kalangan masyarakat kecil. Jika itu dikenakan pajak penhasilan, maka akan berdampak kepada si pembeli yang notabene adalah masyarakat kecil. Hal ini akan berdampak kembali terhadap para buruh juga karena tempat idaman mengisi perut di kala istirahat pun mereka ke Warteg dan warung sederhana lainnya. Mungkin pula, suatu saat nanti makan diwarteg pun menjadi mewah bagi para buruh.


Sangat miris dan terlalu dini jika pemerintah dan anggota dewan telah melaksanakan tugasnya menyejahterakan rakyat kecil yang notabene adalah para pengejar UMP dan UMR. Saya mulai menjadi pesimis dan sekeptis terhadap orasi politik tentang kesejahteraan yang selama ini didengungkan oleh para 'pekerja' partai saat menjelang PEMILU. Dalam kenyataannya, kehidupan masyarakat sangat menjauhi dari kata sejahtera, bahkan kemiskinan yang memaksa. Kata 'sejahtera, mungkin juga hanya berlaku pada merka yang berorasi politik dan para kontestan pemilu, baik calon ekskutif dan legislatif. Setelah itu, buruh tetap saja nasibnya menderita dalam kemiskinan.






Bandung, 15 Maret 2011


Saat pesimis dan skeptis.

1 comment:

bukan orang penting said...

teringat kata temen yg sudah menerima gaji tapi mendapat slip gaji nya belakangan, bukan total gaji yg di dapat melainkan berapa besar nya pajak yg tlah di keluarkanya... kompak saya dan teman² tertawa terbahak², tapi ada benarnya juga pajak yg kita bayar sebulan sekali sekitar 200rb ke atas itu sudah menjadi apa??? heuheuheu lieur