Tuesday, March 22, 2011

Obrolan di Warung Kopi tentang HAM

Oleh: Udi Sukrama
Sehabis salat Isya, seperti biasanya saya nongkrong di warung kopi yang tidak jauh dari masjid. Di sana, saya melihat sekitar 12 orang pengunjung (Alhamdulillah….), termasuk pengunjung lama, yakni Pak Usep, Pak Sunandar, dan Pak Budi atau sering disebut ustad Budi (lantara gaya bicaranya seperti ustad). Seperti biasanya, saya langsung bergabung dengan mereka. Saat itu kami membahas berbagai hal di dalam kehidupan, mulai dari harga cabai yang tidak turun-turun, Ahmadiyah, ributnya para wakil rakyat & pemerintah (politik), tsunami, bom buku, gatelnya Nato menyerang Libya, radiasi nuklir di Jepang, hingga menemukan topic yang menarik tentang masalah HAM. Kemudian, salah satu dari kami, yakni Pak Budi menyimpulkan bahwa inilah tanda-tanda akhir zaman.
“Kalau memang disebut tanda-tanda akhir zaman, berarti manusia musti sadar akan hal itu,” kata Pak Usep.

“Kalau menurut saya, segala bencana dan permasalahan hidup itu, sebaiknya menyadarkan manusia untuk beriman,” kata Pak Sunandar.
“Maka dari itu, sing areling atuh manusa the, tong sompral, kudu inget ka gusti Allah. Zaman ini merupakan zaman dimana manusia saling merasa perkasa dan tidak mau ikut aturan agama. Salah satu contohnya, khan sudah disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah ’Hatamman Nabiyyin’ (nabi penutup hingga akhir zaman), tetapi masih saja ada yang mengaku nabi akhir zaman, bahkan berani merevisi Al-Qur’an menurut versinya ‘Astagfirrullah!’” jelas Pak Budi dengan gaya ustadnya.
“Iya, benar. Padahal, seringkali kita diingatkan dengan berbagai bencana, tetapi manusia dengan segala kepintarannya tdak mau menyadari hal itu,” kata Pak Sunandar.
“Betul, Pak. Lalu, bagaimana ya cara mengatasinya?” kata saya.
“Ya itu, kembali ke agama. Jangan melanggar semua yang telah diperintahkan Allah dan ajaran Nabi Muhammad SAW, bukan nabi baru yang menyesatkan,” kata Pak Budi.
“Sepertinya, kalau dibandingkan dengan sejarah, zaman ini lebih parah dari zaman Jahiliyah, ya?” kata Pak Usep.
“Justru ini zaman Jahiliyah versi baru yang lebih parah dari zaman Jahiliyah dahulu. Kita ini sudah masuk zaman ketiga. Zaman pertama, yakni zaman Jahiliyah sehingga perlu adanya para rosul untuk memperbaiki dan mengajarkan akhlak yang baik bagi manusia. Zaman kedua, zaman di mana telah terbinanya akhlak manusia berkat tuntunan para rosul untuk beriman kepada Allah. Zaman ketiga, yakni zaman dimana sepeninggalan Nabi Muhammad SAW (nabi terakhir). Pada zaman ketiga ini merupakan zaman terberat bagi manusia, di mana manusia menggunakan segala cara untuk membuat aturannya sendiri, mulai dari melakukan seks sebelum nikah, nikah dengan sesama jenis, nikah dengan beda agama, mengganti kelamin, dan lain-lainnya dengan alasan HAK ASASI MANUSIA (HAM),” jelas Pak Budi.
“Memangnya HAM itu dapat menjamin kehidupan manusia akan lebih baik lagi, Pak?” tanya saya kepada ketiga orang itu.
“Iya, ya….Kalau dipikir-pikir…aturan agama sudah hampir tereleminasi dengan aturan HAM,” kata Pak Usep.
“Iya, bahkan sebagian orang sudah sangat mempercayai aturan HAM, sebab merupakan aturan yang berlaku secara internasional,” kata Pak Sunandar sambil mendekatkan gelas kopi ke dekat bibirnya.
“Nah itu. Pada akhirnya, sebagian orang lebih percaya dengan aturan itu ketimbang aturan agama. Padahal aturan HAM sesungguhnya telah ada di dalam Al-Qur’an. Nah, aturan HAM buatan manusia, yang katanya berlaku secara internasional ini justru mengaburkan. Contohnya, pada HAM buatan Manusia menyebutkan bahwa harus ada persamaan hak & kedudukan antara pria dan wanita yang selama ini wanita selalu tertindas hidupnya. Padahal, dalam Al-Qur’an telah dijelaskan bahwa manusia diciptakan sebagai makhluk yang sempurna dari makhluk lainnya, tidak disebutkan jenis kelaminnya khan. Bahkan, untuk wanita sisanjung dalam nama surat dalam Al-Qur’an, contoh surat Annisa. Selain itu, Nabi Muhammad pun menyebutkan nama orang yang paling dihormati di muka bumi ini, yakni ‘IBU…Ibu…Ibu’ (sebanyak 3 x) , dan baru ‘Bapak’,” kata Pak Budi .
“Kalau begitu, HAM yang dibuat orang itu membuat aturanya sendiri, ya Pak,” kata saya.
“Justru itu, karena HAM buatan manusia itu, kitakembali ke zaman Jahiliyah. Jadi, kembalilah kepada Al-Qur’an dan Hadist,” tambah Pak Budi.
“Ya, terkadang manusia yang membuat aturan, seperti mengakui adanya nabi setelah Nabi Muhammad SAW,” kata Pak Sunandar.
“Jadi, intinya kita cukup berpedoman kepada Al-Qur’an dan Hadist, maka kita akan damai dan sentosa,” jelas Pak Budi.
Sebenarnya, pembicaraan tersebut masih ingin kami lanjutkan, tetapi karena gerimis dan khawatir akan turun hujan yang lebat seperti hari biasanya, kami pun pulang ke rumah masing-masing. Namun demikian,lagi-lagi, saya memperoleh ilmu pengetahuan dan pemahaman melalui obrolan di warung kopi. Alhamdulillah, saya memperoleh ilmu dan pemahaman.


Bandung, 19 Maret 2011

2 comments:

Anonymous said...

obrolan di warkop bs lbh efektif drpd di gdung dpr. sy yakin tdk ada yg ngantuk, tdk ada yg baca koran. intinya smua pserta antusias thd obrolan itu. jd intinya t-4 ngobrol tdk hrus brnilai triliunan deh... mending prbanyak warkop!!!

Anonymous said...

lieur ah gara² HAM, asa hayang bebas wae kumaha kahayang... nya saperti di tato atawa tindik... pantes ceuk manehna tapi ceuk hatenamah pasti nyebutkeun goreng etateh... heuheuheu pusing