Wednesday, September 22, 2010

Mengenang Kisah Manager “Biting”

Oleh: Udi Sukrama
Semalam, ketika Badri sedang asyik menonton OVJ (Opera van Java), tiba-tiba perutnya berbunyi “kruuukkk….Kruuukkk”, laksana jam bekker mengumandangkan jam makan. Untungnya, jam bekker perut ini seperti gayung bersambut dengan suara penjual sate yang lewat di depan rumah, ”Tee…Satee..Teee…Satee”. Lansung saja Badri menghampiri tukang sate dan memesan seporsi sate+lontongnya.
Tidak lama kermudian tukang sate pun datang sambil membawa seporti sate + lontong dengan bungkusan berupa daun yang disematkan sepotong lidi. Badri pun membayar seporsi sate itu dan berucap, “terima kasih, Mas”.
Sambil menonton OVJ, tidak terasa seporsi sate habis dilahapnya. Akan tetapi, terasa ada yang menyangkut di giginya, yaitu secuil serat daging ayam menyangkut di gigi depannya. Langsung saja ia memanfaatkan potongan “biting” (lidi) yang telah disematkan di daun pisang pembukung sate sebagai alat mencungkil sisa makanan yang ada di giginya. (Bitting dalam bahasa Sunda (”Penulis masih mencari arti atau istilah yg sebenarnya”) adalah sepotong lidi yang disematkan untuk membentuk sebuah wadah yang terbuat dari daun pisang. Meskipun biting ini peranannya besar dalam membentuk sebuah wadah, tetapi hanya sekedar menempel.)
Akan tetapi, ketika mengambil biting penyemat daun itu, Badri jadi teringat perkataan mantan atasannya dahulu ketika aku masih bekerja di perusahaan yang bergerak di bidang moulding plastic. Perusahaan yang memiliki sekitar 200-an karyawan yang sebagian besar adalah wanita. Saat itu, kondisi perusahaan di mana tempatnya bekerja mengalami beberapa masalah intern. Salah satunya masalah memalukan, namun fatal terhadap kelangsungan hidup karyawan yang mengalaminya.
Kisah ini dimulai dari permasalahan intern, di mana diketahui salah seorang direktur perusahaan tersebut bernama Bpk. Piko suka menjadi penganggu wanita (staf kantor ataupun orerator). Padahal sang direktur ini konon telah memiliki 4 orang istri (satu istri sah secara agama dan pemerintah, satu istri sah Cuma secara agama, dan 2 istri lainnya sebagai selir semata). Memang rayuan sang direktur ini sangat maut apabila mendekati wanita incarannya, dengan iming-iming diberikan sebidang tanah, kolam, rumah, dan kendaraan pribadi maka dia dapat memperoleh wanita incarannya. Mungkin bagi staf (wanita) yang memiliki keinginan bertambahnya pendapatan atau memiliki rumah pribadi dapat dipenuhi keinginannya oleh sang direktur tersebut asalkan mau menemaninya melakukan hubungan “ehem-ehem” atau menjadi selirnya. Akan tetapi, bagi wanita yang tidak menyukai tingkah polahnya malah merasa jijik dan mengundurkan diri dari perusahaan tersebut.
Hal ini pun terjadi pada rekan Badri, sebut saja namanya “Norma”. Norma sering “curhat” setiap sang direktur menelepon dengan manja dan nada yang memancing gairah. Terkadang Norma pun mengeluh kepada Badri, setelah datang dan memberikan laporan berupa data hasil produksi harian kepada sang direktur. Pasalnya, ia sering dirayu dengan kata-kata manja dan diiming-imingi sejumlah harta benda asal ia mau menuruti keinginannya. Singkat cerita, memuncak pula kekesalan Norma akibat ulah sang direktur sehingga ia melayangkan surat pengunduran diri.
Mengetahui bahwa Norma mengundurkan diri, Badri kemudian menghadap kepada atasannya Bapak Aman, seorang manager yang berwenang di bidang PPIC. Kemudian, Badri menceritakan semua kejadian yang menimpa norma hingga ia mengundurkan diri. Pak Aman tertegun sambil memijat-mijat dahinya, lalu ia berkata; “Pak Badri, kejadian ini bukan hanya sekali ini. Hal ini pun pernah terjadi kepada beberapa orang wanita yang terlihat cantik dan menarik hatinya,” kata sang manager.
“Oh…Bapak sudah tahu ya, tapi kok tidak disarankan untuk menghentikan aksinya, Pak,” dengan sedikit emosi Badri berbicara kepada atasannya.
“Ya, mungkin Bapak tahulah sejauh mana hak saya berbicara terhadap Bpk direktur,” Kata bapak menager mencoba sedikit berwibawa.
“Tapi Pak…..Apakah hal ini akan dipetieskan permasalahannya, sementara sudah banyak karyawan wanita yang menjadi korbannya lalu mengundurkan diri,” kata Badri dengan menahan emosi.
“Pak, saya sadar dan tahu benar kalau hal ini menganggu produktivitas kerja, tapi saya sadar juga siapa saya ini,” kata sang manager.
“Bapak khan manager kami, jadi wajar kalau kami meminta perlindungan ,” kata Badri.
“Pak…saya itu cuma manager ‘biting’, saya hanya menempel dirangkaian jenjang managemen. Saya hanya memiliki tugas yang besar, tetapi tidak dilihat peranannya. Dalam artian, saya hanya melaksanakan tugas saja, tidak memiliki peranan politik apapun, “ kata manager yang terkesan curhat itu.
Mengetahui hal ini aku menyudahi pembicaraan dan berpamitan kepada sang manager. Kemudian, dua hari aku setelah Norma mengundurkan diri, timbullah isu bahwa Badri “ada main” dengan Norma sehingga ia mengundurkan diri. Badri pun ingin klarifikasi isu tersebut kepada Bapak Aman, namun ternyata sang manager dipindah tugaskan tadi paginya ke suatu daerah. Akhirnya, Badri tidak tahan atas isu tersebut dan mengundurkan diri dari perusahaan bersama 37 orang karyawan lainnya yang mengetahui permasalahan tersebut.
Seiring kalimat penutup OVJ yang diucapkan Dalang Parto,”DI SANA GUNUNG DI SINI GUNUNG, DI TENGAH-TENGAHNYA PULAU JAWA, DALANGNYA BINGUNG WAYANGNYA JUGA BINGUNG, YANG PENTING BISA KERTAWA”. Ya……, Badri bisa tertawa dan tersenyum mengenang kisah istilah ” Manager Biting”. yang dipegangnya untuk mencungkil sisa serat sate yang terselip di sela-sela giginya.

(Sisa-sisa memori 2000 di Perusahaan Moulding Plastik, semoga tidak terulang lagi…………….)
Mohon maaf jika kisah ini mirip atau serupa dengan kisah Anda, namun ini hanya kisah nyata yang sayang untuk dibuang apalagi dilupakan. Sekali lagi, mohon Maaf sebesar-besarnya….

No comments: