Wednesday, September 21, 2011

Persamaan Plagiator, Koruptor, dan Aligator

Oleh: Udi Sukrama
Suatu hari saya membuka email di yahoo, ternyata ada kiriman pesan dari seorang teman. Dalam pesannya, ia mengajak saya untuk mengajukan beberapa judul cerita anak. Saya langsung mengirim bebrapa judul cerita dan saya informasikan juga kepadanya bahwa saya telah membuat naskahnya dari sebagian judul cerita yang diajukan. Akhirnya, ia pun meminta beberapa bab dari judul yang telah ada naskahnya dilengkapi dengan sinopsis ceritanya. Setelah beberapa bulan lamanya, belum juga ada kabar tentang judul dan contoh naskah yang dikirim via email tersebut. Saat itu, saya masih berpikir positif sambil menunggu berharap-harap cemas.



Kata orang, menunggu adalah pekerjaan yang sangat membosankan dan menjemukan, ternyata itu yang saya alami saat menunggu kabar tentang judul dan contoh naskah yang saya ajukan. Akhirnya, saya berinisiatif berkunjung dan menanyakan teman saya yang berdomisili di Jakarta, kebetulan teman saya yang satu ini sering berjumpa dan berkomunikasi dengan teman yang saya harapkan informasinya. Betapa terkejutnya saya saat melihat ada beberapa bab naskah yang saya kirim via email itu telah mejadi naskah utuh. Padahal naskah utuhnya ada di file laptop saya. Awalnya memang teman saya itu tidak percaya bahwa beberapa bab dan sinopsis itu milik saya, tetapi setelah saya buktikan dengan membuka file di laptop saya baru percaya bahwa bebrapa bab dan ide padsa naskah itu merupakan milik saya. Akhirnya, ia pun bercerita bahwa ia memperoleh dari teman (tidak menyebutkan nama) yang memberikan order itu mengaku bahwa beberapa bab itu dan sinopsisnya adalah miliknya ( kata teman yang sedang saya tunggu kabarnya). Jadi, kawan saya di Jakarta ini hanya tinggal menambah beberapa bab berdasarkan sinopsis yang ada. Meskipun demikian, tetap saja naskah tambahan yang dibuat itu merupakan ide dari sinopsis ceritan yang saya buat. Mengetahui hal ini, teman saya yang di Jakarta ini merasa tidak enak dan merasa bersalah dan takut saya tuntut. Akhirnya, ia menawarkan membagi keuntungan dari penjualan naskah tesebut tanpa memberitahu teman yang memberikan order yang saya tunggu itu. Akan tetapi, saya menolak untuk menerima keuntungan tersebut karena saya merasa telah dibohongi oleh kawan yang meminta judul dan beberapa bab kepada saya. Kemudian, saya hanya menagatakan:”Untuk kali ini saya tidak akan mengungkit masalah ini, tetapi menjadi catatan pada file kebodohan saya saja.”
Teman saya, kontan merasa tidak enak atas ucapan saya itu, kemudian ia membujuk agar saya mau menerima keuntung penjualan dari hasil naskah itu. Akan tetapi, saya tetap pada pendirian semula untuk tidak menerima hasil keuntungan itu. Teman saya itu tetap saja membujuk untuk menerima tawarannya karena ia masih teringat dengan diskusi yang pernah diucapkan bahwa tidak adanya bedanya antara plagiator dan koruptor karena sama-sama menghalalkan segala cara untuk memperoleh keuntungan pribadi atau kelompok, rakus terhadap uang meski mengambil hak milik orang lain tanpa merasa berdosa, tidak memiliki moral dan budi pekerti karena hanya mengikuti naluri kerakusannya memperoleh keuntungan dari hak intelektual orang lain. Tidak beda dengan buaya raksasa atau alligator yang hanya mengikuti nalurinya mencari mangsa untuk dimakannya.
Setelah beberapa lama saya mengungkapkan rasa kekecewaan ini kepada teman saya, lalu saya segera pulang ke Cikupa, Banten (rumah saya) dengan penuh kekecewaan. Kecewa telah dibohongi, kecewa atas plagiasi yang dilakukan temn atas hasil karya yang saya buat, meskipun karya tersebut hanya biasa-biasa saja, namun setidaknya harus menghormati dan tidak bertindak layaknya pencuri.

Bandung, 21 September 2011

1 comment:

Anonymous said...

salut,, anda ttap sbr mghdpix,
memang tdk jrg tman sndri yg mnusk dr blkg