Thursday, October 13, 2011

Gayaku Memotivasi Anak agar Mau Membaca

Suatu sore,aku mencoba menemani anakku yang bernama Icha yang sedang membaca buku sejarah pahlawan Indonesia. Akan tetapi, saat itu terlihat malas membaca. Seperti biasa jika ia bertingkah laku seperti itu aku mencoba memotivasinnya dengan berbagai janji. Namun saat itu Icha justru menagihku untuk bercerita tentang fabel ataupun kisah kepahlawanan. Namun, sungguh saat itu aku sudah tidak punya andalan cerita karena stock perbendaharaan ceritaku sudah habis kuceritakan kepadanya. Entah mengapa secara tiba-tiba aku ingin menceritakan kisah yang dahulu kuingat semasa sekolah di SMA dahulu. AKhirnya kuceritakanlah tentang kisah kenanganku saat pelajaran sejarah. Harapanku, dengan cerita ini anakku mau termotivasi membaca buku tersebut.

Begini cerita yang kusampaikan kepada anakku:
Saat itu, ada seorang siswa yang bernama Udi Sukrama. Ia siswa yang duduk di kelas 3 sos 1. Ia termasuk anak yang rajin tidak, malaspun tidak; nakal tidak, pendiam pun tidak; sangat pintar pun tidak, bodoh pun tidak. Suatu hari, saat pelajaran sejarah aku asik mengobrol dengan seorang teman yang bernama Wahyudin (teman sebangku). Saat itu, guru sejarahku yang bernama bapak Yahya Aman Surya sedang menjelaskan tentang sejarah dunia. Saat itu, dibentangkan pula peta dunia di papan Board. Entah mungkin sedikit kesal melihatku kasak kusuk ngobrol,...tiba-tiba ia berkata "Coba Wedana Udi maju kedepan dan tunjukkan negara mana ini?" berkata bapak berkumis tebal itu kepadaku sambil menunjukkan sebuah negara kecil yang ada di benua Amerika. Aku sontak terhenyak plus sedikit bingung. Namun aku tak kehabisan akal ,kuperhatikan terlihatlah samar-samar kata "Bolivia", spontan kujawab nama itu.
Tiba2, anakku memberhentikan ceritaku."Stop, Yah!!! Emangnya guru ayah itu kumisnya tebal,setebal apa yah?" tanya Icha.
Aku menjawab:"Seperti ini nih," sambil memeragakan spidol maker hitam yang kupasang di atas bibirku.
Icha pun tertawa, kemudian aku melanjutkan ceritaku semasa sekolah dulu.
Icha pun kubiarkan memberikan kesimpulan gambaran ayahnya masa itu bahwa ayahnya sedikit malas dan bandel maka mendapat kejutan dari guru berkumis tebal itu. Akhirnya, Icha mau membaca buku sejarahnya kembali karena tidak mau bernasib sama seperti ayahnya memdapat kejutan tak terduga dari seorang guru, meskipun gurunya tidak berkumis tebal.

Setelah kuceritakan kisahku ini, aku mulai menyadari bahwa waktu terasa cepat. Serasa baru kemarin aku lulus SMA. Tak terasa waktu telah berlalu belasan tahun lamanya meninggalkan SMA 18. Kemudian, aku menyembunyikan pandanganku di hadapan wajah anakku agar tidak melihat mataku yang berkaca-kaca.

No comments: